Daerah  

GP Ansor Kritik Ketua PCNU Kota Bogor Berpolitik Praktis

BOGOR (Literasi.co.id) – Terkait dengan arahan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf agar seluruh jajaran Struktural NU agar fokus ke penguatan organisasi dan tidak terlibat dalam politik praktis ternyata tidak digubris oleh Ketua PCNU Kota Bogor, Edi Nurrokhman.

Pernyataan otokritik disampaikan oleh Ketua PC GP Ansor Kota Bogor, yang juga mantan Panwascam Bogor Barat Kota Bogor. Ahmad Bustomi, S.Pd.I

Dalam pernyataannya Bustomi menyampaikan bahwa seharusnya Ketua PCNU Kota Bogor, Edi Nurrokhman fokus untuk melakukan konsolidasi organisasi, diantaranya Pembentukan MWC NU di Tingkat Kecamatan serta Pembentukan PRNU di Tingkat Kelurahan serta fokus pada kaderisasi kepengurusan PCNU Kota Bogor.

Ada tiga program utama PCNU 2020-2025 yang sampai hari terabaikan, namun malah terlibat aktif dalam aktifitas partai politik tertentu di Kota Bogor. Minimal ada dua kegiatan yang dijadikan dasar bahwa Ketua PCNU Kota Bogor terlibat politik praktis.

Yang pertama, Ketua PCNU terlibat aktif dalam penyiapan Bakal Caleg salah satu Partai Politik di Kota Bogor, bahkan masuk ke dalam jajaran panelis seleksi Bakal Calon Legislatif yang akan didaftarkan ke KPUD Kota Bogor.

Kedua, melakukan pelepasan Pendaftaran bagi Bakal Calon Legislatif Partai Politik tertentu menggunakan sekretariat PCNU Kota Bogor. Dari dua indikator tersebut yang sudah beredar di berbagai media, sudah selayaknya menjadi bahan untuk jajaran Syuriyah PCNU Kota Bogor, PWNU Jawa Barat serta PBNU untuk melakukan evaluasi terhadap langkah Ketua PCNU Kota Bogor.

Disamping itu, otokritik juga disampaikan oleh Bustomi terkait kewajiban organisasi yang tidak dijalankan bahkan diabaikan, diantaranya, Batalnya Kaderisasi PD PKPNU Kota Bogor karena minimnya pendaftar, kedua Tidak terbentuknya MWCNU yang memiliki legalitas, sampai hari ini seluruh MWCNU Se Kota Bogor, belum ada yang memiliki SK Resmi, sehingga menimbulkan adanya dualisme MWCNU di beberapa kecamatan.

Ketiga, belum ada satupun PRNU se Kota Bogor yang terbentuk lengkap dan memiliki SK Resmi, padahal di Kota Bogor hanya ada 68 Kelurahan.

Dari ketiga hal tersebut, menurut Bustomi, sudah layak menjadi otokritik yang disampaikan oleh Badan Otonom seperti Ansor yang berasal di Kota Bogor.