Catatan Sobekan Kertas Gerakan Jaringan Mahasiswa 1998

JAKARTA (Literasi.co.id) – When citizens are divided on an issue, as they often will be, whose views should prevail, and in what circumstances? Should a majority always prevail, or should minorities sometimes be empowered to block or overcome majority rule?

“Reformasi 1998” ditandai fenomena krisis ekonomi terparah di Indonesia ini yakni dengan merosotnya sendi-sendi perekonomian termasuk perbankan yang diakibatkan oleh nilai tukar rupiah yang jatuh terhadap nilai tukar dolar akibat kebijakan elit minoritas yang mengenyampingkan kekuatan ekonomi kerakyatan.

Hal ini memicu inflasi yang tidak terkendali sehingga harga kebutuhan naik hingga tak terjangkau daya beli masyarakat. Situasi ini berlangsung cukup lama hingga puncaknya memicu situasi politik yang memanas pada 1998.

Kekuasaan minoritas yang korup dan kolutif yang di”teladan”kan oleh Rezim berkuasa menjadi “rentetan tembakan” kehancuran kepercayaan rakyat kepada penguasa.

Mayoritas dan Elit minoritas  yang di”jarak jauh”kan tingkat kesenjangannya oleh kebijakan rezim penguasa memperkeruh suasana 1998 kala itu hingga “berterbangan lah” kemarahan-kemarahan yang dilemparkan para pewaris”kedaulatan rakyat “ke sembarang arah dari sembarang tempat.


Kepanikan sosio_politik kaum elit penguasa yang ditenggarai keterlenaaan “mabuk dollar hasil hutang ” semakin menjerumuskan mereka ke tengah arena “penghakiman rakyat” dalam “ketelanjangan” kebingungan : “apa yang harus dilakukan?”

Gerakan Reformasi yang diinisiasi Mahasiswa melalui forum diskusi kampus hingga jalanan  meggemakan “suara perubahan” ke segala penjuru sendi-sendi peri kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Bergejolak lah emosi, euforia, harapan, dan sekaligus keinginan2  yang selama hampir puluhan tahun ber”ejakulasi” tertahankan.

Tercatat dalam sejarah kala itu, pusaran gerakan intelektual mahasiswa hingga menggema menjadi gerakan reformasi yang disiarkan ke seluruh penjuru negeri melalui media adalah diawali segelintir mahasiswa pemikir progresif yang tergabung dalam wadah Himpunan Mahasiswa Islam berjiwa murni “Lafran Pane”isme 1997.

Mengapa Mahasiswa? Sebegitu besarkah pengaruhnya? Dan apa hubungan dengan Himpunam Mahasiswa Islam kala itu?

Mari kita sebut tokoh berikut 
Nurcholis Majid, Agussalim Sitompul, Akbar Tanjung, Amidhan, A. Dahlan Ranuwiha,dll adalah segelintir kader HMI yang masa era orde baru memiliki peran terkoneksi langsung berada di lingkaran elit nasional kala itu.

Kiprah mereka kemudian menginspirasi HMI untuk menjelma menjadi jaringan elit mahasiswa skala nasional yang sangat diperhitungkan oleh lawan dan kawan di masa itu. baik media pemerintah maupun swasta tersinkronisasi pada gerakan-gerakan mereka langsung maupun tidak.

Ini adalah jalan “Tol” bagi para pembaharu progresif khususnya Mahasiswa Islam “Lafran Pane”isme dalam upaya-upaya menginspirasi gerakan perubahan yang mewakili aspirasi Rakyat.
 
Buah gerakan pemikiran Progresif mahasiswa kala itu mengulang tragedi sejarah “Arief Rahman Hakiem”1966 yang gugur berkafankan REFORMASI dan tersampaikan kannya Amanat Penderitaan Rakyat.

“Setelah kemerdekaan, dampak kolonialisme Belanda tidak serta-merta lenyap, khususnya dari mereka yang semata-mata menerima pengajaran di lembaga-lembaga kolonial,”


(Hariqo Wibawa Satria (2011).

Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya. Jakarta: Lingkar)

Oleh : Zaki Wildan Firdaus, S.Pd