Literasi.co.id – Palu – Penanganan kasus dugaan korupsi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kota Palu, Sulawesi Tengah, hingga kini tak jelas ujungnya. Padahal, kasus yang ditaksir merugikan negara miliaran rupiah itu telah naik ke tahap penyidikan sejak tahun lalu.
Kasus ini mencuat dari penyimpangan setoran BPHTB tahun anggaran 2018 dan 2019. Total setoran yang tercatat ke kas daerah melalui Bank Sulteng senilai Rp 15,3 miliar pada 2018 dan Rp 6,3 miliar pada 2019. Namun, angka itu tak sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan.
Seorang praktisi hukum di Palu, yang enggan disebut namanya, menyayangkan lambannya penegakan hukum atas perkara tersebut.
“Korupsi harus dituntaskan. Ini soal efek jera dan integritas institusi penegak hukum,” ujarnya, Rabu, 7 Mei 2025.
Sumber di Kejaksaan Negeri Palu menyebutkan, dari hasil penyelidikan dan penyidikan, ditemukan selisih data signifikan antara Kantor Pertanahan Kota Palu, Badan Pendapatan Daerah, dan rekening koran penerimaan BPHTB dari para wajib pajak. Selisih itulah yang kemudian menimbulkan dugaan kuat adanya penggelapan pajak.
“Total dana yang tidak masuk ke Kas Umum Daerah diperkirakan mencapai Rp 2,66 miliar,” kata sumber internal Kejari Palu kepada Literasi.co.id.
Indikasi kuatnya, pungutan dari wajib pajak atas akta atau risalah perolehan hak atas tanah dan bangunan tak seluruhnya disetorkan.
Tim Intelijen Kejari Palu telah memeriksa sejumlah pihak dalam tahap penyelidikan awal. Kini, tim Pidana Khusus terus mendalami dugaan keterlibatan pihak lain dalam skema ini.
Direktur Kepatuhan Bank Sulteng Yudi Koago dikonfirmasi media ini belum memberikan keterangan secara detile. Ia menyampaikan tengah mengecek datanya.
“Siap bos.. kalau datanya saya musti cek dulu,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp, Rabu malam, Mei 2025. Sementara pihak kantor BPN Kota Palu, maupun Dinas Pendapatan Daerah Kota Palu belum diperoleh keterangannya hingga berita ini ditayangkan.
( Saputra Kasmin )