Skandal Pungli di SMPN 14 Cirebon Orang Tua Dipalak Rp300 Ribu untuk Program P5, Dana PIP “Disunat”  Oknum Aspirasi Dewan Partai

Literasi.co.id, CIREBON – Praktik pungli kembali mencoreng dunia pendidikan, kali ini terjadi di SMP Negeri 14 Kota Cirebon yang berlokasi di Jl. Kebumen No. 50, Kelurahan Lemahwungkuk. Di tengah jeritan ekonomi masyarakat, orang tua siswa justru diwajibkan membayar uang program, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sebesar Rp300.000, yang ironisnya uang tersebut bersumber dari setelah menerima dana bantuan pemerintah, Program Indonesia Pintar (PIP), yang disebut-sebut dari jalur aspirasi dewan partai.

Masalah ini terungkap dari hasil investigasi media saat menelusuri dugaan adanya praktik pemotongan dana PIP oleh oknum tidak bertanggung jawab. Fakta mengejutkan terkuak, orang tua siswa mengaku dipotong Rp160.000, dengan rincian Rp.150.000 untuk pihak Aspirasi dewan partai dan Rp.10.000 untuk pihak komite sekolah berinisial “UG“, setelah mencairkan dana PIP di mesin ATM BRI disekitar wilayah Kanoman, uang itu diserahkan kepada seorang kordinator perwakilan orang tua siswa, yang dikenalnya dengan sebutan inisial “mama AZL”, diduga bagian dari komite sekolah yang bekerjasama secara terselubung dengan “tim aspirasi dewan partai“, lalu uang tersebut berlanjut diserahkan kepada seorang pria yang menunggu di seberang jalan dengan wajah tertutup masker.

“Baru dapat uang PIP, belum sempat dipakai untuk kebutuhan sekolah anak, sudah dipotong Rp160.000. Habis itu terpaksa harus rela bayarkan P5 Rp300.000. Sisanya nyaris habis,” ujar seorang wali murid dengan nada getir sambil menunjukkan bukti kwitansi pembayaran bertanggal 06 Februari 2025, ditandatangani oleh penerima setoran “IDH SR”.

Ironisnya, uang Rp300.000 untuk P5 ternyata tidak mencerminkan manfaat berarti. Dalam pentas seni yang digelar pada Selasa 15 April 2025, siswa hanya menerima kaos atribut berkualitas rendah, bahan tipis, kualitas murahan. Bahkan, dalam pelaksanaan tugas kelompok P5, para siswa justru membeli bahan dan alat praktek mengeluarkan dari uang sendiri, bukan disediakan pihak sekolah.

Pertanyaannya: Untuk apa uang pungutan P5 sebesar Rp300.000 itu dikumpulkan? Kemana dana BOS yang digelontorkan pemerintah setiap tahun? Mengapa orang tua siswa terus dipaksa nombok demi “program” yang tak transparan penggunaannya?

Awak media literasi.co.id gagal menemui Kepala SMPN 14 Cirebon dalam dua kali kunjungan karena yang bersangkutan sedang ada kegiatan di luar sekolah. Upaya untuk meminta klarifikasi kepada guru berinisial “IDH SR”, yang namanya tercantum dalam kwitansi pembayaran program P5, juga ditolak oleh perwakilan sekolah tanpa izin kepala sekolah. Pihak sekolah menyarankan agar urusan dana PIP diinvestigasi di luar sekolah, dengan sikap yang dinilai kurang ramah dan terkesan lepas tanggung jawab, meski dugaan pungli terjadi di lingkungan sekolah. Disebutkan pula bahwa banyak media telah datang dengan pertanyaan serupa, menandakan seriusnya persoalan ini.

Lebih jauh, Dinas Pendidikan Kota Cirebon seolah memilih diam. Tidak ada pengawasan, tidak ada tindakan. Seolah praktik pungli yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini adalah rahasia umum yang sengaja dibiarkan. Kasus-kasus serupa justru lebih sering diungkap oleh media dan masyarakat, ketimbang instansi yang mestinya bertanggung jawab.

Padahal, regulasi sudah sangat jelas. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara dan tidak boleh dikomersialkan.
Sementara Perpres No. 63 Tahun 2017 dan Permendikbud No.8 Tahun 2020, terkait dana PIP adalah bantuan tunai langsung yang tidak boleh dipotong oleh pihak mana pun.

Awak media akan terus menanti pernyataan resmi dari pihak SMPN 14 Kota Cirebon terkait dua dugaan kasus yang mencuat, dan temuan ini akan dilaporkan ke Dinas Pendidikan dan DPRD Kota Cirebon, karena masyarakat menanti tindakan nyata, bukan sekadar janji atau klarifikasi tanpa makna, pendidikan adalah hak setiap warga, bukan komoditas yang diperjualbelikan atas nama program, terlebih setelah kasus serupa di SMAN 7 Kota Cirebon menjadi viral dan mencoreng dunia pendidikan di kota ini.

[ NIKO ]