Literasi.co.id, CIREBON – Harapan akan pendidikan gratis yang merata di Indonesia tampaknya masih jauh dari kenyataan. Di Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, sejumlah sekolah masih membandel dengan terus memungut biaya dari orang tua siswa. Ironisnya, pungutan ini kerap dibungkus atas nama program resmi seperti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), namun tanpa transparansi dan manfaat yang jelas.
Banyak orang tua mengaku harus nombok ratusan ribu hingga jutan rupiah untuk berbagai kegiatan sekolah, seperti termasuk pungutan biaya kelulusan dan buku kenangan. Padahal, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah mengeluarkan kebijakan tegas yang melarang segala bentuk pungutan tambahan di sekolah, terutama yang berkaitan dengan kelulusan siswa.
“P5 itu program dari pemerintah, tapi kenapa jadi alasan untuk pungutan? Kita disuruh bayar sampai Rp.300 ribu tanpa penjelasan rinci. Belum lagi diminta iuran buku kenangan kelulusan yang katanya sampai Rp450 ribu,” keluh salah satu wali murid di Kabupaten Cirebon.
Dedi Mulyadi menyebut buku kenangan dalam bentuk fisik sebagai cara lama yang tidak relevan dengan perkembangan teknologi saat ini. Ia mengusulkan agar dokumentasi momen kelulusan dibuat dalam format digital dan disimpan melalui layanan seperti Google Drive, yang lebih hemat biaya dan tahan lama.
“Kalau masih pakai buku kenangan cetak dan dibebankan ke orang tua, itu tidak adil. Pendidikan harusnya gratis tanpa pungutan tambahan. Kita dorong semua sekolah berinovasi dan menggunakan teknologi,” tegas Dedi.
Sebagai bagian dari reformasi pendidikan, Dedi juga mengusulkan pembangunan ruang pertunjukan di sekolah-sekolah secara bertahap. Tujuannya adalah menyediakan fasilitas untuk kegiatan kelulusan dan ajang kreativitas siswa tanpa harus menyewa tempat di luar sekolah bahkan hotel yang menambah beban orang tua.
Namun, kenyataannya, kebijakan ini belum sepenuhnya diindahkan. Dugaan pungli dan praktik pungutan tak transparan masih terus terjadi, membuat impian pendidikan gratis seperti hanya menjadi slogan. Pemerintah daerah pun didesak turun tangan lebih serius untuk menindak sekolah-sekolah yang membandel.
Dengan masih banyaknya pelanggaran di lapangan, perjuangan mewujudkan pendidikan gratis tanpa pungutan tambahan tampaknya masih harus melewati jalan panjang, terutama demi keadilan bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
[ NIKO ]