Korupsi di DPKPP Kab Cirebon dan PUPR Mandailing Natal Sumut Jadi Sorotan Serius DPUTR Kota Cirebon Didorong Transparansi dan Kinerja

Literasi.co.id, Cirebon — Dua kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat daerah di sektor infrastruktur kembali mencoreng wajah pelayanan publik di Indonesia. Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Cirebon, Adil Prayitno, bersama enam tersangka lainnya, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan. Mereka diduga terlibat dalam pengaturan proyek peningkatan jalan dan drainase pada tahun anggaran 2024 yang ternyata hanya direalisasikan sebagian kecil.

Berdasarkan hasil audit dan penyidikan, proyek yang berlokasi di Kecamatan Lemahabang dan Losari tersebut hanya mencapai progres fisik 10–20 persen, meskipun dana telah dicairkan nyaris penuh. Negara pun dirugikan hingga Rp2,6 miliar.

Kasus serupa juga terungkap di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Sejumlah pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) di sana ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan manipulasi proyek infrastruktur. Modus yang digunakan pun tak jauh berbeda: proyek fiktif, penggelembungan anggaran, serta pengendalian proyek oleh pihak dalam yang punya kedekatan dengan pelaksana.

Dua kasus ini menunjukkan pola korupsi yang hampir identik. Melemahnya pengawasan internal, minimnya transparansi, serta keterlibatan oknum yang menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya. Sorotan tajam pun mengarah ke Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cirebon, yang dinilai belum mampu menjawab keresahan publik soal infrastruktur jalan yang rusak parah dan lambat perbaikan.

Jalan-jalan utama di Kota Cirebon rusak bertahun-tahun. Warga mengeluh mempertanyakan, ke mana anggaran perbaikannya? Apakah juga terjadi permainan seperti di dua kasus tadi?

DPUTR Kota Cirebon harus belajar dari kasus DPKPP Kab Cirebon dan PUPR Mandailing Natal di Sumatra Utara, serta mulai membuka akses data proyek infrastruktur kepada publik. Transparansi pelaksanaan proyek, pengawasan terbuka, dan pelibatan masyarakat dinilai sebagai langkah penting untuk membangun kembali kepercayaan warga.

Sejumlah pengamat kebijakan publik juga mengingatkan bahwa reformasi tata kelola proyek di daerah adalah keharusan, bukan pilihan. Tanpa pengawasan independen dan partisipasi masyarakat, potensi terulangnya penyalahgunaan anggaran akan selalu menghantui.

Kedua kasus ini menjadi sinyal kuat bahwa pembenahan sektor infrastruktur di tingkat lokal harus dimulai dari transparansi, akuntabilitas, dan komitmen serius dari pejabat daerah untuk tidak lagi bermain dalam proyek pembangunan yang sejatinya milik rakyat. [ NIKO ]