Literasi.co.id,Cirebon, 12 Mei 2025 – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kota Cirebon kembali menjadi sorotan publik. Bukan karena capaian prestasi atau inovasi kurikulum, melainkan karena maraknya praktik pungutan tidak resmi yang dikemas dalam bingkai gotong royong dan kekeluargaan. Praktik tersebut bertentangan dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 42/PK.03.04/KESRA yang dengan tegas melarang pungutan di luar ketentuan resmi pada satuan pendidikan negeri.
Sejumlah sekolah SMP negeri diketahui secara rutin menggelar rapat antara komite sekolah dan orang tua murid. Namun sayangnya, agenda utama bukanlah peningkatan mutu pendidikan, melainkan pembahasan anggaran kegiatan, seperti perpisahan, dana konsumsi, sewa tenda, hingga honor entertainment. Bahkan program-program seperti Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) pun kerap dijadikan dalih pungutan, dengan nilai iuran yang kini jadi keluhan sangat mahal dan memberatkan orang tua murid.
Klaim kata paling keramat yaitu “Kesepakatan Bersama”, sama dengan “sukarela tapi wajib” menjadi narasi yang menekan para orang tua siswa untuk tetap membayar, meskipun keberatan. Mereka dihadapkan pada dilema antara menolak iuran dan mendapat tekanan sosial, atau membayar demi menghindari stigma.
Komite Sekolah Dipertanyakan Perannya,
Komite sekolah yang idealnya menjadi representasi orang tua dalam pengawasan pendidikan, kini dinilai beralih fungsi menjadi alat legalisasi pungutan. Situasi ini memperburuk rasa kepercayaan publik terhadap pengelolaan pendidikan negeri.
Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Harus Ditegakkan, dan seharusnya menjadi panduan untuk ditaati, bukan sekadar simbol administratif. Nyatanya, banyak sekolah masih menjalankan praktik pungutan seolah-olah edaran tersebut tidak berlaku. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan ketegasan dari otoritas pendidikan setempat.
Tuntutan untuk Penegakan Regulasi
Kami mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan Kota Cirebon untuk:
1. Melakukan audit terhadap praktik pungutan di seluruh sekolah negeri.
2. Memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah yang melanggar ketentuan.
3. Memastikan peran komite sekolah kembali ke jalur representatif yang sehat dan demokratis.
4. Menyediakan saluran pengaduan yang aman dan efektif bagi orang tua siswa.
Pendidikan publik adalah hak setiap anak, bukan beban tambahan bagi orang tuanya. Kreativitas dalam mendidik harus diutamakan dibanding kreativitas dalam menarik pungutan. Jika masalah ini terus dibiarkan, maka kualitas pendidikan hanya akan menjadi slogan, tanpa keberpihakan pada keadilan sosial dan ekonomi. [ NIKO ]