Literasi.co.id – Kuningan, 8 Oktober 2025 – Dugaan ketidaksesuaian penggunaan anggaran kembali mencuat dari pelaksanaan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) XIV Jawa Barat 2025. Kali ini, persoalan muncul dari kontingen cabang olahraga (cabor) Pencak Silat Kabupaten Kuningan di bawah koordinasi Dinas Pemuda, olahraga, dan pariwisata (Disporapar) Kabupaten Kuningan.
Seorang sopir bernama AR (55), yang bertugas mengantar atlet dan pelatih Pencak Silat selama kegiatan berlangsung di Bandung, mengaku hanya menerima bayaran total Rp.550.000 untuk lima hari kerja. Uang tersebut diterima langsung dari pelatih tim, Amirudin, yang disebut mewakili pihak kontingen.
“Saya menerima Rp.550.000 dari Pak Amirudin. Itu untuk lima hari saya bekerja penuh membawa atlet dan pelatih ke lokasi pertandingan sejak pagi sampai malam. Kalau dihitung, berarti cuma Rp100 ribu per hari,” ujar Andi saat konfirmasi via WhatsApp, Rabu (8/10/2025).
Padahal, berdasarkan informasi yang beredar, anggaran transportasi dan jasa sopir dalam kegiatan Popda seharusnya lebih tinggi dari nominal tersebut. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa realisasi anggaran di lapangan tidak sesuai dengan peruntukannya, atau bahkan terjadi pengurangan dalam proses penyalurannya.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa biaya operasional kontingen, termasuk untuk sopir, telah dialokasikan melalui Dispora Kabupaten Kuningan. Namun hingga kini, belum ada penjelasan terbuka mengenai besaran pasti dan mekanisme pencairan dana tersebut.
“Kalau anggaran resmi sudah ada, tapi yang diterima jauh lebih kecil, berarti ada sesuatu yang tidak beres di jalur distribusinya. Harus ada audit dan klarifikasi dari pihak Dispora,” ujar salah satu supir saat bersama di Bandung.
Kasus ini menimbulkan sorotan tajam, mengingat dana Popda bersumber dari APBD Kabupaten Kuningan, yang semestinya digunakan secara transparan, akuntabel, dan sesuai asas keadilan.
Pelaksanaan Popda XIV Jawa Barat di Bandung diikuti seluruh kabupaten/kota se-Jawa Barat, termasuk Kuningan yang menurunkan ratusan atlet di berbagai cabang olahraga. Persoalan seperti ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah agar tidak terulang pada kegiatan serupa di masa mendatang.
( Hisam )