Wartawan Dilarang Liput Musrenbang, Wajib Kantongi Izin Khusus dari Kecamatan Kesambi Kota Cirebon? 

Literasi.co.id Cirebon, – Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Graha Pancaniti, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, pada Kamis (6/2/25), menuai kontroversi setelah wartawan media online tidak diperkenankan meliput acara tersebut tanpa izin khusus dari Camat. Panitia penyelenggara berdalih bahwa peliputan hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan langsung dari pihak kecamatan.

Ketika wartawan mencoba mencari kejelasan mengenai kebijakan ini, salah satu panitia mengungkapkan bahwa tidak ada anggaran untuk media luar. Selain itu, panitia menyebut bahwa kecamatan telah memiliki media sendiri untuk mendokumentasikan kegiatan tersebut. Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut apakah yang dimaksud dengan media tersebut adalah media pers resmi atau sekadar dokumentasi internal biasa. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, terutama mengenai sejak kapan lembaga pemerintahan memiliki media pers pribadi yang berwenang membatasi akses peliputan wartawan independen.

Keputusan tersebut memicu kekhawatiran serius terkait transparansi dan kebebasan pers dalam meliput kegiatan pemerintahan yang berdampak langsung pada kepentingan masyarakat. Sejumlah jurnalis menilai bahwa Musrenbang merupakan forum publik yang seharusnya terbuka untuk peliputan media tanpa pembatasan. “Musrenbang adalah ajang penyampaian aspirasi masyarakat. Mengapa wartawan harus dibatasi untuk meliputnya? Ini justru mengaburkan keterbukaan informasi kepada publik,” ujar salah satu jurnalis lokal yang hadir di lokasi.

Selain itu, para wartawan mempertanyakan apakah ada regulasi resmi yang membatasi peliputan media dalam acara publik seperti Musrenbang. Mereka menegaskan bahwa pembatasan ini berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers untuk mengakses dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat.

Sementara itu, wartawan dan organisasi pers berharap ada klarifikasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa kegiatan pemerintahan tetap berjalan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik demi menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kebebasan pers di Indonesia. [ EKA ]