Program Pembinaan Anak Bermasalah di Barak TNI Beri Dampak Positif, Gagasan Dedi Mulyadi Kini Dipuji Banyak Pihak

literasi.co.id, Purwakarta, Jawa Barat — Program pembinaan anak bermasalah yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di Barak TNI Resimen Armed 1 Sthira Yudha Kodiklat TNI AD, Purwakarta, kini menuai pujian setelah menunjukkan hasil signifikan dalam waktu yang relatif singkat.

Sebanyak 39 pelajar yang sebelumnya dikenal sering terlibat dalam kenakalan remaja seperti tawuran, konsumsi miras, hingga pergaulan bebas, kini mulai menunjukkan perubahan perilaku yang positif dan mencolok hanya dalam beberapa hari pembinaan. Mereka tidak hanya dibentuk kedisiplinannya, tetapi juga mendapatkan pola makan sehat, pendidikan karakter, serta perhatian emosional yang intensif.

Awalnya, program ini sempat menjadi polemik. Kritik tajam datang dari berbagai kalangan, mulai dari anggota legislatif, tokoh elit politik, hingga perwakilan Komnas HAM. Sebagian menyuarakan kekhawatiran atas pendekatan militeristik yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak dan regulasi pendidikan nasional. Ada pula yang mempertanyakan dampak psikologis terhadap anak-anak yang dibina di lingkungan militer.

Namun, seiring berjalannya waktu dan munculnya hasil nyata di lapangan, kritik-kritik tersebut perlahan tergerus oleh fakta. Sejumlah tokoh yang sebelumnya bersikap skeptis kini mulai angkat topi.

Salah satu anggota DPR RI Bahkan, Komnas HAM yang awalnya menyarankan evaluasi program secara menyeluruh, hingga sempat menuding program ini sebagai bentuk “represi terselubung”, kini harus mengakui bahwa pendekatan Dedi Mulyadi terbukti lebih efektif dibanding teori-teori panjang di ruang seminar, karena selama pembinaan dilakukan dengan prinsip kemanusiaan dan tanpa kekerasan, pendekatan seperti ini bisa menjadi terobosan baru dalam sistem rehabilitasi remaja.

Di sisi lain, para pelatih TNI justru melihat potensi besar dari para peserta. Karakter dasar yang sebelumnya dianggap “nakal” ternyata bisa diarahkan menjadi kekuatan mental dan keberanian, dua modal penting bagi masa depan mereka.

Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa ini bukanlah program hukuman, melainkan pendidikan karakter intensif yang berangkat dari niat tulus membentuk generasi muda yang berdaya dan bermanfaat.

“Kalau selama ini mereka dijauhi atau dianggap beban, sekarang mereka dipeluk dan dibimbing. Mereka itu anak-anak hebat, hanya saja kurang kesempatan dan kurang arah. Tugas kita adalah hadir, bukan menghakimi,” ujar Dedi.

Keberhasilan awal program ini memantik gelombang ketertarikan dari banyak orang tua di berbagai daerah yang ingin menitipkan anak mereka untuk dibina. Tak hanya itu, sejumlah pemerintah daerah kini mulai menanyakan kemungkinan replikasi program serupa di wilayah masing-masing.

Apa yang semula menjadi bahan olok-olok, kini menjadi acuan. Mereka yang dulu hanya pandai mengkritik, kini harus mengakui bahwa aksi nyata jauh lebih kuat dari sekadar wacana.

[ NIKO ]