Musisi Cirebon Sambut Gembira Walikota Cirebon Cabut Larangan Live Musik, Tapi Tidak Ada Win – Win Solution

Literasi.co.id, Cirebon 23 maret 2025 – Para musisi yang biasa tampil di kafe, pub, dan klub malam di Kota Cirebon menyambut baik pencabutan larangan live music selama bulan Ramadhan. Namun, mereka merasa keputusan ini datang terlambat, mengingat Hari Raya Idul Fitri sudah tinggal beberapa hari lagi. Di sisi lain, mereka juga mempertanyakan ketidakadilan dalam penerapan kebijakan ini, terutama setelah adanya konser besar di salah satu mall terbesar di Kota Cirebon pada tanggal 15 Maret 2025, yang justru diperbolehkan berlangsung tepat di bulan suci Ramadhan.

Sebelumnya, Wali Kota Cirebon Effendi Edo telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.13.1/SE.5-DISBUDPAR yang melarang pertunjukan live music di berbagai tempat hiburan, termasuk kafe, pub, klub malam, tempat karaoke, dan panti pijat kebugaran selama bulan Ramadhan. Namun, dalam surat edaran tersebut tidak disebutkan larangan bagi pusat perbelanjaan atau mall. Hal ini seolah menjadi celah bisa dimanfaatkan oleh sebuah mall besar untuk dapat menggelar konser live musik dengan menghadirkan artis nasional dan menarik hampir ribuan penonton dari berbagai daerah.

Kondisi ini menuai kritik dari para musisi dan pelaku usaha hiburan di Cirebon. Mereka menilai kebijakan ini tidak konsisten dan cenderung tebang pilih. “Kami yang biasanya mencari nafkah dengan bermain live music di cafe selama setahun penuh tiba-tiba dilarang sebulan penuh saat Ramadhan. Tapi di saat yang sama, ada konser besar di mall yang justru diperbolehkan. Bagaimana bisa acara itu mendapat izin?” ujar salah satu musisi lokal yang enggan disebutkan namanya.

Konser di mall yang digelar di halaman parkir disebut “jelas” mengganggu suasana ibadah malam Ramadhan, termasuk salat Tarawih. Banyak remaja yang seharusnya pergi ke masjid justru terpancing untuk menonton konser, bahkan volume sound system yang dikeluarkan pun tidak kecil (bisa di definisikan lagi lebih luas). Hal ini semakin mempertegas ketidakadilan dalam kebijakan pemerintah daerah. “Kalau memang alasannya untuk menjaga suasana religius Ramadhan, seharusnya semua bentuk hiburan yang melibatkan live music dilarang, bukan hanya kafe, pub, dan klub malam saja,” tambah seorang pemilik kafe di Cirebon.

Ke depan, para musisi berharap agar tidak ada lagi larangan live music di kafe dan pub selama Ramadhan, sehingga mereka tetap bisa berkreasi dan mencari nafkah. Sebab, berbeda dengan pekerja formal yang bisa mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR), namun para musisi lokal tidak memiliki penghasilan tetap apalagi bisa dapatkan THR, dan sangat bergantung pada penghasilan dari pertunjukan live music. “Selama ini, tempat kami bermain musik juga menyumbang pajak besar untuk Pemda Cirebon. Jika pemda ingin berlaku adil perihal masalah ini, mereka setidaknya bisa memberikan kompensasi atau solusi yang lebih baik bagi kami, karena mereka digaji dan punya THR ada berasal dari pendapatan pajak dari tempat para musisi lokal berkreasi bermain musik, ini baru yang namanya Win-Win solution jika bisa seperti itu,” pungkas salah satu musisi menyindir uacapan Wali Kota Cirebon yang saat di wawancara perihal surat edaran tersebut.

Hingga kini, Pemda Kota Cirebon belum memberikan tanggapan terkait izin konser besar di mall tersebut, seolah bungkam. Sementara itu, para musisi dan pelaku usaha hiburan harus menerima keadaan dengan lapang dada dan berharap, evaluasi dahulu sebelum keluarkan kebijakan agar tidak terjadi ketimpangan seperti tahun ini.

 

[ NIKO ]